Kredit Karbon Biru Akan Masuk Pasar Karbon
Berita

Ekosistem karbon biru, yang meliputi hutan bakau, padang lamun, dan rawa garam, memberikan manfaat besar untuk melestarikan keanekaragaman hayati, menyerap karbon, dan meningkatkan ketahanan masyarakat. Ekosistem biru lebih efisien dalam menyerap karbon dibandingkan hutan darat karena karbon disimpan di bawah tanah. Misalnya, hutan bakau mampu menyimpan sekitar 3-4 kali lebih banyak karbon daripada hutan darat. Permintaan kredit karbon diperkirakan akan meningkat 15 kali lipat secara global. Ekosistem biru dapat memasok sebagian besar kredit karbon. Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara yang paling diuntungkan dari penjualan kredit karbon biru, karena 17% ekosistem biru dunia berada di Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon. Saat ini, mereka sedang mempersiapkan sistem informasi untuk memfasilitasi pertukaran kredit karbon biru. Direncanakan akan ada 2 mekanisme pertukaran karbon biru: perdagangan karbon dan pembayaran berbasis hasil. Selain pelestarian ekosistem biru, peraturan tersebut memungkinkan kredit karbon dihasilkan dari penangkapan, budidaya, pengolahan, dan perdagangan produk perikanan yang bertanggung jawab. Seperti kredit karbon lainnya, offset karbon biru diperdagangkan melalui IDXCarbon dalam bentuk Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).
Untuk membuka potensi karbon biru, tidak hanya regulasi dan sistem yang tepat yang harus ditetapkan, penelitian tentang ekosistem biru juga harus dipromosikan. Menurut Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sebagian besar penelitian tentang ekosistem biru hanya berfokus pada biomassa. Ada kurangnya minat pada sedimen organik, padahal sebagian besar karbon biru disimpan di sedimen. Stok karbon dapat bervariasi dengan ekosistem yang berbeda atau berdasarkan skala spasial dan temporal. Kita belum mengetahui faktor-faktor penyebab variasi ini, laju penyerapan karbon, berapa banyak karbon yang dipancarkan, dan sebagainya.
Ingin tahu tentang offset karbon dan pasarnya? Jelajahi situs Fairatmos untuk mencari tahu lebih lanjut.
Referensi:
[1] Fajar, J. (2024). Perlu Penelitian Lebih Banyak tentang Karbon Biru di Indonesia. [online] Mongabay. Available at: https://www.mongabay.co.id/2024/04/23/perlu-penelitian-lebih-banyak-tentang-karbon-biru-di-indonesia/.
[2] Johnston, W. (2021). What are blue carbon credits and how to maximise their impact. [online] World Economic Forum. Available at: https://www.weforum.org/stories/2021/09/how-to-maximise-blue-carbon-credits/.
[3] Nyanga, C. (2020). The Role of Mangroves Forests in Decarbonizing the Atmosphere. In: M. Bartoli, M. Frediani and L. Rosi, eds., Carbon-Based Material for Environmental Protection and Remediation. [online] IntechOpen. Available at: https://www.intechopen.com/chapters/71927.
[4] Petriella, Y. (2025). Ekosistem Laut Padang Lamun Siap Masuk Perdagangan Karbon. [online] Bisnis.com. Available at: https://hijau.bisnis.com/read/20250211/653/1838434/ekosistem-laut-padang-lamun-siap-masuk-perdagangan-karbon.